Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » MEA dan Bahasa Indonesia

MEA dan Bahasa Indonesia
Oleh Oleh: Rifatul Himmah
Mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) menjadi suatu perbincangan yang sangat menarik akhir-akhir ini. MEA yang akan diberlakukan pada akhir tahun ini, yaitu 31 Desember 2015 merupakan bentuk usaha mempercepat integrasi ekonomi dan keterlambatan pembangunan oleh negara-negara yang masuk dalam anggota ASEAN. Dalam hal ini, negara-negara tersebut akan melakukan kerjsama dalam bidang ekonomi, serta membuka kemungkinan adanya pasar bebas.
Kerjasama dalam bidang ekonomi tersebut salah satunya yaitu dengan adanya perdagangan antarnegara di Asia Tenggara, yaitu tukar-menukar barang atau jasa antara satu negara dengan negara lain dengan suatu kesepakatan bersama. Setiap negara akan melakukan kerjasama, saling mendukung, melengkapi, serta masing-masing memiliki harapan untuk memperoleh keuntungan. Kerjasama tersebut mencakup kerjasama dalam bidang pendidikan, keamanan, perdangan, plitik, kesehatan, dan lain sebagainya.
Sebagaimana contoh kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan negara lain adalah, yaitu adanya pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI). Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Direktorat Jendral Kerjasama Perdagangan Internasioal Kementrian Perdagangan, Sondang Anggraaini meengatakan bahwa negara-negara ASEAN mendapatkan manfaat, termasuk juga negara Indonesia dalam MEA. Ada beberapa manfaat dari kerjasama tersebut, yang berorientasi kepada kemajuan negeri; meningkatkan jumlah pengguna internet, menurunkan biaya telekomunikasi secara cepat, memudahkan komunikasi dan informasi, meningkaykan lapangan kerja dan adanya investasi.
‘Menjual’ Bahasa Indonesia
MEA 2015 sudah berada di depan mata, sehingga negara yang masuk dalam anggota ASEAN, tidak terkecuali Indonesia membutuhkan kesiapan yang matang untuk menyambut agenda perdagangan negara-negara di Asia Tenggara. Banyak sekali hal-hal yang perlu diperbaiki dan dipersiapkan untuk menghadapi MEA. Salah satu aspek yang perlu disiapkan yaitu bahasa. Pasalnya, bahasa merupakan media komunikasi yang sangat penting dalam sarana menyampaikan pendapat, gagasan, ataupun memberikan pengaruh kepada orang lain. Bahasa juga syarat utama yang harus dipenuhi dalam proses komunikasi antara satu negara dengan negara lain.
Untuk memudahkan dan menemukan kesepahaman dalam proses komunikasi, maka di dalam proses komunikasi tersebut harus ada persamaan bahasa. Sedangkan, setiap negara memiliki bahasa nasional yang berbeda-beda. Dalam konteks internasional, kebanyakan orang akan merujuk kepada bahasa Inggris, ketika dihadapkan dengan percakapan antarwarga negara berbeda, karena bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional. Akan tetapi, sebagai warga Indonesia harus berfikir jauh, tidak  hanya berpikir ekonomis dalam bidang-bidang yang sudah umum, tetapi juga bagaimana “menjual” budaya. Salah satunya adalah penggunaan bahasa Indonesia.
Menjadi rahasia umum bahwa bahasa Indonesia sangat dekat dengan bahasa Melayu, bahasa yang dipahami oleh hampir setiap orang yang tinggal di kawasan Asia Tenggara. Sebut saja, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai Darussalam, Myanmar dan sebagainya. Negara-negara terseut tidak asing dengan bahasa melayu, meskipun beberapa negara memiliki bahasa nasional sendiri-sendiri. Dengan demikian, peluang bahasa Indonesia dipakai berkomunikasi dalam ajang MEA sangatlah besar.
Bahasa Indonesia bermula dari bahasa Melayu yang ada di Sumatera. Sejarah menyebutkan bahwa pada zaman Sriwijaya, para pedagang Indonesia melakukan perdagangan dengan pedagang lain, baik pedagang dalam negeri maupun luar negeri, mereka menggunakan bahasa Melayu. Adanya perubahan dari bahasa Melayu ke Indonesia merupakan hasil dari adanya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Di dalam teks sumpah pemuda menyebutkan bahwa bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional. Adanya perubahan dan penggunaan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional pun membutuhkan waktu yang relatif panjang.
Perlu diketahui bahwa bahasa sebagai media komunikasi dapat pula mengalami suatu perubahan, seiring dengan perkembangan zaman. Berdasarkan fakta tersebut, perlu kiranya warga Indonesia untuk mensiasati agar bahasa Melayu yang digunakan beberapa negara tersebut, dapat dikembangkan dan diubah menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa yang tidak asing lagi. MEA dapat digunakan sebagai wahana “menjual” bahasa Indonesia. Langkah kongrit yang bisa dilakukan yaitu dengan memprirotaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk melakukan hubungan perdagangan dan komunikasi antarnegara yang masuk dalam anggota MEA.  
Di dalam Program Lingkungan Hidup PBB menyebutkan bahwa Indonesia masuk dalam 17 negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) terbesar di dunia. SDA Indonesia yang sangat melimpah juga mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa yang ada di dunia. Dengan demikian, konsekuensi logis dari kekayaan SDA yang melimpah tersebut adalah akan berlomba-lombanya negara-negara ASEAN untuk mendapatkan keuntungan dari kekayaan SDA di Indonesia. Hal ini lah yang seharusnya dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk mengenalkan bahasa Indonesia kepada mereka.
Ini juga sebagai jembatan bagi bahasa Indonesia untuk berpeluang sebagai bahasa Internasional. Sering orang berharap bahwa bahasa Indonesia suatu saat akan menjadi bahasa internasional. Nah, inilah waktu yang tepat untuk mulai mempromosikan bahasa Indonesia kepada negara-negara di dunia,  dimulai dari negara di ASEAN. Negara-negara tersebut, ketika ingin memperoleh SDA Indonesia, maka harus mampu berbahasa Indonesia. Ini menjadi PR pemerintah Jokowi-JK untuk memberlakukan aturan resmi dari negara bahwa bahasa Indonesia harus digunakan dalam MEA, terlebih di Indonesia.
Dengan begitu, negara-negara ASEAN akan secara tidak sadar akan mempelajari bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa Indonesia akan dipelajari di negara mereka. Seperti halnya yang sudah dilakukan oleh Kamboja dan Myanmar. Kedua negara tersebut telah mempelajari bahasa Indonesia untuk memasuki pasar Indonesia dalam MEA 2015. Mereka belajar bahasa Indonesia untuk kepentingan pariwisata yang ada di Indonesia. Hal tersebut menjadi angin segar bagi bangsa Indonesia untuk mengenalkan bahasa nasionalnya ke ranah internasional.

Jika dahulu pada zaman Sriwijaya bangsa Indonesia menggunkan bahasa melayu sebagai bahasa komunikasi dalam perdangan dengan negara lain, dan itu berhasil mempengaruhi pedagang-pedagang pendatang, maka tidak mustahil jika dalam MEA 2015 bangsa Indonesia menetapkan kepada semua peserta MEA agar menggunkan dan memprioritaskan bahasa Indonesia dalam rangka berhubungan dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya. Ini peluang emas. Semoga! Wallahu a’lam bi al-shawaab.(**)
Dimuat di Radar Bangka Rabu, 11 Maret 2015 09:47 WIB

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply