Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Langkah Tepat, Dianggap Sesat

Oleh: Muhammad Iqbal Haidar
KEBIJAKAN berani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhammad Nuh, mengenai ketentuan jurnal ilmiah atau publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusan program S-1, S-2, dan S-3 memang banyak mendapat penolakan publik. Dalam komentarnya, Mendikbud memberikan alasan terkait kebijakan ini, yaitu pertama untuk  menekan plagiarisme, kedua pengembangan keilmuan, dan ketiga mempercepat pengembangan keilmuan. Melihat alasan yang dikemukakan Mendikbud, kemudian dibenturkan dengan kondisi pendidikan tinggi di Indonesia sekarang, langkah ini sangat revolusioner untuk perbaikan pendidikan.
Kebijakan Mendikbud ini memang dianggap berlatarbelakang keterpaksaan. Sebab, jika dibandingkan dengan negara lain, tingkat penulisan ilmiah di Indonesia jauh tertinggal. Akan tetapi, tidak ada salahnya meniru hal baik dari negara lain kalau tujuannya untuk kebaikan. Ini lebih baik daripada membuat kebijakan sendiri yang tidak jelas tujuan dan manfaatnya, yang ujung-ujungnya hanya akan merugikaan rakyat.
Di sisi lain, Mendikbud memang melakukan langkah tepat dengan bertindak cepat untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia. Sebab, kalau membiarkan keterpurukan pendidikan secara berlarut-larut, permasalahan baru akan terus muncul. Akibatnya, mahasiswa tidak akan semakin berkualitas dan pemerintah pun akan semakin sulit menentukan kebijakan.
Bagi penulis, kebijakan ini sangatlah tepat. Mengingat fungsi mahasiswa dalah sebagai agent of social change (agen perubahan paradigma masyarakat) dan agent of iron stock (agen penerus bangsa).
Agar fungsi dari mahasiswa bisa tercapai, mahasiswa dituntut mampu mengetahui berbagai teori melalui berbagai buku. Dan dari proses membaca teori-teori, mahasiswa diharapkan mampu menganalisa hubungan dari teori yang dia baca dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Dan salah satu cara orang lain mengetahui hasil analisa mahasiswa terhadap teori yang dia baca dan apa yang terjadi di lapangan adalah dengan menulis tentunya. Karena dengan tulisan, diharapkan masyarakat akan lebih mudah memahami hasil analisa dari mahasiswa dan mampu mengaplikasikannnya.  
Percuma jika sudah membaca, tapi tidak diimplementasikan dalam bentuk tulisan. Dengan menulis, mahasiswa akan terdorong untuk berpikir kritis dalam menganalisa keadaan dan memiliki ide-ide baru. Ide-ide yang sudah ada di kepala juga tidak akan sia-sia, karena telah ada penuangan dalam bentuk tulisan yang akan diketahui orang banyak. Implikasinya, ilmu tidak hanya mengendap dalam hati, tapi juga dapat menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain. Di lain hal, dengan adanya kebijakan ini, bisa dipastikan minat baca mahasiswa akan meningkat karena adanya kewajiban untuk menulis. Sehingga, yang lahir adalah mahasiswa yang berkualitas.
Menurut penulis, budaya akademis yang benar adalah dengan membiasakan menulis. Dan kebijakan menulis pada jurnal ilmiah, akan menjadi motivasi tersendiri bagi mahasiswa agar menyemarakkan budaya menulis. Semoga.

*Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, Peserta Program Pendidikan Politik Kebangsaan di Monash Institute

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply