Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Regulasi Pengelolaan Sektor Pertanian


Oleh: Busrol Chabibi*
“Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman”. Rakyat Indonesia pasti tidak asing dengan potongan lirik lagu tersebut. Lagu yang diciptakan Koes Ploes menjelaskan, bahwa tanah Indonesia adalah tanah subur, memiliki kekayaan alam luar biasa, dan panorama yang menakjubkan. Maka tidak heran jika Indonesia dijuluki sebagai negeri gemah ripah loh jinawi.
Namun dengan kelebihan itu, masyarakat maupun pemerintah belum dapat mengoptimalkannyasecara maksimal. Buktinya pada tahun 2013 Indonesia mengeluarkan uang sebesar US$ 12 miliar, guna mengimpor segala macam pangan yang dianggap penting dari luar negeri, seperti; beras, gandum, gula, dan sebagainya. Hal itu terlihat jelas bahwa negara Indonesia belum bisa memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah.
Di sinilah sebetulnya yang menjadi tantangan pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi problem-problem di sektor pertanian Indonesia. Jika masalah ini dilihat secara jeli, ternyata faktor utamanya adalah minimnya pengetahuan masyarakat dalam bertani. Coba kita lihat pertanian Indonesia yang sebagian besarmasyarakatnya bercocok tanam menggunakan cara-cara konvensional, hal inilah yang mengakibatkan produksi tanaman sulit berkembang.
Dalam pengembangan bercocok tanam untuk menghasilkan panen yang melimpah, kita dapat menggunakan cara-cara modern yang arif. Contohnya dengan memberi zat-zat kimia secara berskala dan tidak berlebihan, misalnya pemberian jamur atau bakteri (mikro-organisme) pada tanah dan memberi pupuk kandang atau kompos secara rutin pada tanaman agar dapat subur.
Hal ini selain mendapatkan panen yang melimpah, juga akan merawat kelestarian pada tanah. Tanah tersebut tidak akan mengalami ketandusan jikalau penggunaan bahan-bahan untuk tanah dilakukan secara teratur dan sesuai aturan.
Tantangan  MEA Bagi Petani
Sekarang MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) menjadi ‘hantu’ bagi para petani Indonesia. Pasalnya, di situlah setiap orang diberi hak untuk melakukan kegiatan yang bersangkutan dengan ekonomi di negara sekitar ASEAN. Dapat dipastikan negara Indonesia-lah yang menjadi incaran para pengusaha asing untuk membangun bisnis, diantaranya di sektor pertanian. Mengingat lahan Indonesia yang serba bisa dan minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia. Dengan ini, mereka sangat yakin bahwasannya akan dengan muudah mengambil kesempatan ini.
Hal tersebut dapat terjadi jika saja para petani Indonesia tidak segera merubah cara pikir yang lebih maju. Di sini, para petani Indonesia tidak perlu mengalami penurunan mental dan takut dalam menghadapi globalisasi, khususnya MEA saat ini. Sebab, sebetulnya kita itu bisa, asalkan selalu memantau perkembangan pertanian yang modern setiap saat, serta berusaha meniru dan mengembangkannya, kita tidak akan mengalami peningkatan penghasilan dalam bercocok tanam.
Selain itu, pemerintah harus ikut serta berupaya membekali mental kepada petani-petani Indonesia, supaya mereka mempunyai kepercayaan tinggi dalam menghadapi MEA. Serta, pemerintah dapat memberi semangat tambahan yang bertujuan untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan tanahnya.
Hal itu dapat dilakukan dengan memberi pengarahan dan solusi kepada masyarakat tentang cara menyesuaikan diri di era globalisasi. Hal ini, selain membangun mental dan menambah semangat petani sebetulnya akan menjadikan mindset mereka untuk selalu berfikir maju. Selain itu, pemerintah dapat mendidik kedisiplinan para petani. Sebab, petani Indonesia sekarang ini banyak yang menghiraukan kedisiplinan, misalnya pemberian pupuk terlambat, penjagaan dari hama kurang diperhatikan, bahkan rumput-rumput di sekitar tanaman yang diabaikan.
Alasan mengapa Singapura menjadi negara adidaya, mereka menggunakan prinsip ketekunan, tekad kuat, dan pantang menyerah. Sedia payung sebelum hujan dan memandang waktu adalah pedang, maka kesejahteraan negara Singapura dapat diraih dengan landasan kedisiplinan. Itu yang patut ditiru oleh bangsa Indonesia.
Realisasi Janji Jokowi
Ketika Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kala (JK) berkampanye dalam pencalonannya presiden, mereka menyampaikan janjinya mengenai upaya yang akan dilakukan dalam mengembangkan sektor pertanian dan ketahanan pangan, yaitu antara lain; penjagaan tanah untuk tidak dialihkan ke industri atau pemukiman, merubah tanah tandus menjadi produktif, memperbaiki prasarana yang dibutuhkan dalam bercocok tanam, mengawasi saluran air supaya tidak dimasuki limbah dari industri, menjual hasil panen dengan harga yang pas sehingga petani dapat untung, dan memberikan bank pertanian.
Langkah-langkah tersebut memang baik, akan tetapi dengan melihat kondisi bangsa Indonesia yang sekarang ini, maka langkah yang sebetulnya dilakukan Jokowi untuk memajukan di sektor pertanian adalah hal-hal yang bersifat pemberdayaan. Maksudnya, perlu adanya pembimbingan secara intensif dari pemerintah kepada masyarakat. Supaya masyarakat dapat meningkatkan hasil tanamannya secara baik. Misalnya, memberikan pendidikan danpelatihan mengenai bercocok tanam yang benar agar menghasilkan panen yang melimpah.
Selain itu, membiayai masyarakat untuk bercocok tanam juga diperlukan, karena melihat petani Indonesia yang saat ini sedang mengalami masalah minimnya bahan-bahan untuk bercocok tanam. Akan tetapi harus tetap ada pengawasan secara intensif agar mereka tidak salah dalam menggunakan bahan-bahan pertanian. Hal ini akan mengantisipasi kerugian dari pemerintah. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

 Aktivis Serikat Petani Indonesia Ranting Walisongo Semarang, Peneliti di Lembaga Pemuda Indonesia Semarang
Sumber: Jateng EKspres, 25 Februari 2015

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply