Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » » Menjaga HMI Sebagai Industri Politisi (Korup)

Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Tepat pada 5 februari 2014 lalu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) genap berumur 67 tahun. Di usia yang cukup tua itu, tentu peran HMI dalam membangun bangsa ini tidak bisa dianggap remeh. Sebagai organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, HMI sering disebut sebagai kawah candradimuka penghasil kader-kader pemimpin, pembangun umat dan bangsa. Apalagi jika melihat alumni HMI yang tersebar di berbagai lini kehidupan negara ini. Tentu menjadi hal yang wajar jika HMI selalu dikaitkan dengan sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Mengingat pemilu 2014 yang semakin dekat, membincang mengenai peran HMI di ranah politik adalah hal yang sangat compatible. Pasalnya, HMI sebagai organisasi kader, sesuai Pasal 8 Anggaran Dasar HMI, telah melahirkan banyak politisi yang tersebar di berbagai partai politik. Bahkan, sampai saat ini, HMI selalu identik dengan dunia poitik, karena saking banyaknya alumni HMI yang memilih untuk terjun di dunia politik. Dari calon legeslatif di tingkat daerah, provinsi, hingga nasional, sangat mudah ditemukan mereka yang pernah berproses di HMI dengan sagala dinamikanya.
Tidak hanya untuk calon legeslatif saja, untuk calon yang akan duduk di kursi eksekutif (baca: presiden), para alumni HMI juga banyak yang dijagokan untuk maju. Sebut saja, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudh MD dan Muhammad Jusuf Kalla yang saat ini sedang didekati oeh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk dijadikan capres atau cawapres dari partai tersebut. Bahkan di Partai Demokrat, ada tiga alumni HMI yang mengikuti konvensi capres yang diadakan oleh partai berlmbang bintang mercy itu. Mereka adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, dan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.
Tidak berhenti sampai di situ, calon presiden dari Partai Hanura, yakni Wiranto yang berpasangan dengan Hari Tanoesudibjo, juga merupakan alumni Himpunan Mahasiswa Islam. Selanjutnya, capres yang diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wachid, serta capres dari Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Mereka berdua juga pernah berproses di kawah candradimuka HMI.
Itulah sederet nama yang akan bersaing di bursa pencalonan presiden dan wakil presiden di masing-masing partai untuk Pemilu Presiden 2014 ini. Menengok ke belakang, banyak politisi-poitisi yang lahir dari HMI yang kemudian jadi petinggi partai. Sebut saja, ada Akbar Tanjung (Mantan Ketua Umum Partai Golkar), Amin Rais (Mantan Ketua Umum PAN), Hidayat Nurwachid (Mantan Ketua Umum PKS), Jusuf Kalla (Mantan Ketua Umum Partai Golkar), dan Anas Urbaningrum (Mantan Ketua Umum Partai Demokrat). Nama yang terkhir inilah yang saat ini sangat in diperbincangkan.
Industri Politisi Korup?
Siapa yang tidak kenal Anas Urbaningrum, biasa di singkat AU adalah mantan Ketua Umum PB HMI Periode 1997-1999. Dan siapa yang tidak tahu kalau salah satu almuni HMI itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini sedang ditahan di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Memebicarakan Anas Urbaningrum dalam ranah politik, tentu tidak bisa dilepaskan dengan Partai Demokrat, partai yang selama ini membesarkan namanya setelah di HMI. AU terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat pada Kongres PD di Bandung, mengalahkan dua kandidat lainnya, Andi Alfian Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Apakah pembaca juga tahu kalau ketiga kandidat itu adalah alumni HMI? Jawaban dari pertanyaann inilah yang kemudian menguatkan bahwa HMI merupakan “industri” penghasil politisi. Ya, harus diakui bahwa Anas, Andi, dan Alie adalah alumni HMI. Mereka semua adalah bagian dari keluarga HMI, meski tak sampai pucuk pimpinan level nasional. Andi Mallarangeng, misalnya, pernah menjadi Sekretaris Komisariat HMI Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sedangkan Marzuki Ali juga pernah menjadi anggota Komisariat HMI Jakarta Timur. (Kompas, 21/04/2010).
 Lalu bagaimana jika kedua dari mereka saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus proyek Hambalang? Seperti yang diketahui, dari ketiga nama di atas, hanya Marzuki Alie yang masih bebas menjalankan aktivitas politiknya. Sebagai Ketua DPR, tentu peran almuni HMI yang satu ini sangat diharapkan masyarakat Indonesia.
Selain Anas dan Andi yang sedang tersandung proses hukum, tidak sedikit alumni HMI yang tengah berurusan dengan aparat penegak hukum karena diduga melakukan tindakan penyelewengan kekuasaan. Atau bahkan berapa banyak alumni HMI yang telah divonis bersalah karena kesalahan yang sama. Namun, sangat tidak fair jika menilai bahwa mayoritas alumni HMI yang terjun di dunia poitik adalah korup. Sebab, lebih banyak alumni HMI yang tetap bertahan dengan idealisme dalam menjalankan tugas politik yang telah diembannya. Hal ini penting karena, HMI tidak mengajarkan kader-kadernya untuk berperilaku amoral.
Sepertinya almuni HMI juga perlu mengingat tujuan HMI, yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT”, agar dalam praktik kehidupannya tidak pernah menyimpang. Kata terakhir dari bunyi tujuan itu adalah “Allah Swt.”, entitas yang harus selalu kita “bawa” dan ingat di manapun berada. Itulah yang saharusnya dilakukan. Bagi alumni HMI yang telah terlanjur korup, kini saat yang tepat untuk bertaubat. Mereka juga harus bertanggungjawab mengembalikan nama baik HMI yang saat ini telah tercoreng karena akibat tindakan-tindakan mereka.
Bagi yang saat ini masih berproses di HMI, sudah cukup menjadi pelajaran apa yang dilakukan oleh alumni-alumni HMI. Telah jelas efeknya bahwa jika melakukan tindakan A maka akibatnya akan B, begitu seterusnya. Maka, di Milad HMI yang ke 67 ini, berpikir dan merenungkan masa depan HMI menjadi hal yang wajib dilakukan bagi setiap elemen yang masih mencintai dan berharap kepada organisasi mahasiswa yang didirikan oleh Lafran Pane dkk ini.
HMI sebgai indusri politisi tetaplah sangat penting. Bahkan, harus ditingkatkan kualitasnya. Jika perlu ditambah kuantitasnya. Karena dengan kualitas yang baik dengan jumlah kader yang banyak, maka dalam politik akan lebih mudah untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridlai Allah Swt. Jalur politik adalah jalur yang sangat strategis untuk melakukan perbaikan yang signifikan. Sebab, bisa dikatakan bahwa semua dipengaruhi oleh politik. Maka, baik buruknya negara ini tergantung bagaimana politiknya. Sedangkan, baik buruknya politik sangat ditentukan oleh siapa yang mengisi panggung kekuasaan itu.

Jika politik diisi oleh orang-orang yang baik, maka negara dan masyarakat akan baik juga. Sebaliknya, jika politik dimainkan oleh mereka yang jahat, maka negara dan masyarakat juga akan rusak. Karena itulah, HMI mempunyai tanggung jawab besar untuk terus melakukan kaderisasi yang bisa melahirkan politisi-politisi yang baik agar nantinya bisa berkerjasama dan bersinergi, meski dengan partai yang berbeda. Dengan begitu, HMI akan tetap menjadi harapan masyarakat Indonesia sebagaimana yang dikatakan oleh Jend. Soedirman. Wallahu a’lam bi al-shawaab.
*Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Walisongo Semarang Periode 2013-2014.
(Radar Bangka, 22 Februari 2014)

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply