Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Menteri Susi: Prestasi dan Kontroversi

Oleh: Mukharom*
Lembaga survei Indonesia menilai hanya ada satu kementrian Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo yang berhasil memuaskan masyarakat dari sisi kebijakan dan kinerja dalam kurun waktu 100 hari pertama. Menurut survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dibawah kepemimpinan Susi Pudjiastuti memperoleh nilai kepuasan diatas 50 persen yaitu 61,1 persen. Hal ini karena banyaknya pemberitaan dimedia, Susi dinilai punya kebijakan yang memuaskan keinginan masyarakat.  Sedangkan menteri-menteri yang lain tak berhasil mencapai tingkat kepuasan diatas 50 persen. (Tribun, 3/2/2015)
Prestasi yang ditorehkan menteri Susi dengan kebijakan-kebijakannya perlu kita apresiasi, Menteri Susi telah berhasil menangkap puluhan kapal illegal fishing di perairan Indonesia, dengan tujuan agar kinerjanya semakin meningkat dan berpihak terhadap masyarakat serta menjadi tauladan bagi kementrian lainnya, kebijakan menteri Susi selain dipuji juga diuji, adanyatanggapandari masyarakat yang beragam, ada yang pro dan ada pula yang kontra, terutama masyarakat nelayan.
Masyarakat yang pro menganggap bahwa kebijakan Menteri Susi telah sesuai, dengan mencermati keadaan yang sebenarnya terjadi di wilayah kelautan dan perikanan di Indonesia, adanya pencurian ikan (illegal fishing) dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan mengakibatkan kerugian negara hingga triliunan rupiah, serta dampak yang ditimbulkan dari penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan adalah kerusakan lingkungan dan ekosistem dilaut.
Sedangkan masyarakat yang kontra, mereka adalah nelayandan pelaku usaha yang melakukan protes dengan cara unjuk rasa, para nelayan dan pelaku usaha menentang kebijakan menteri kelautan dan perikanan (KKP), nelayan beranggapan bahwa kebijakan Menteri Susi berdampak pada jumlah pendapatan yang diakibatkan jumlah tangkapan ikan menurun, akibat yang lain adalah usaha kecil dan menengah sebagai pelaku usaha yang mengolah serta memasarkan ikan hasil tangkapan menurun sehingga berdapak pemutusan tenaga kerja hal ini mengakibatkan pengangguran dankemiskinan baru.
Adapun Kebijakan Menteri Susi yang mendapat protes dari para nelayan dan pelaku usaha adalah keluarnya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 2/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Net),di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Regulasi ini mendapat tentangan dari nelayan karena sebagian besar peralatan yang digunakan nelayan adalah mayoritas payang, cantrang, dogol, dan sejenisnya yang masuk kategori Pukat Hela dan Pukat Tarik berkapal.Kebijakan yang mendapat protes dari kalangan pengusaha adalah Pelarangan Alih Muatan di Tengah Laut (Transhipment) yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.57/ Permen-KP/2014.Hal ini diakibatkan ada banyak kapal ikan asing yang masuk wilayah Indonesia membawa kabur ikan dari tengah laut tanpa melalui pelabuhan. Dengan dilarangnya transhipment, maka pemerintah dapat memantau, mengontrol hasil tangkapan ikan di laut Indonesia dan pajaknya dapat diterima negara.Regulasi yang mendapat protes adalah Larangan Penggunaan Solar Bersubsidi Bagi Kapal Berbobot 30 Grosston(GT) sebagaimana diatur dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan yang terakhir adalah dikeluarkannya Permen Nomor 1 tahun 2015 tentang penangkapan Lobster (panullrus spp), kepiting (scylla spp), dan rajungan (portunus pelagicus spp) itu pun mendapat protes dari nelayan.
Dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan menteri Susi yang menuai pro dan kontra tentunya harus ada solusi, sehingga semua pihak dapat melaksanakan dengan bijak, pengetahuan nelayan yang minim juga mempengaruhi cara bertindak tanpa berpikir panjang akan dampak yang ditimbulkan, faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi kehidupan nelayan bagaimana mereka harus berjuang untuk keluarga diengah himpitan ekonomi.
Salah satu solusi yang disampaikan  Toto Subandriyo Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Tegal perlu dicermati dan dimplemtasikan bahwa pengentasan nelayan dari kemiskinan perlu dilakukan melalui deversifikasi usaha yaitu memberikan pelatihan usaha ekonomi produktif, pemberian stimulan modal usaha, termasuk bantuan membeli alat tangkap yang ramah lingkungan, pemerintah seharusnya bisa memfasilitasinya.
Peraturan menteri yang telah dikeluarkan selayaknya bisa dijalankan oleh semua elemen masyarakat dengan harapan kedaulatan negara Republik Indonesia di sektor kelautan dan perikanan terjaga kelestariannya sehingga bisa mensejahterkan anak cucu kita dimasa yang akan datang.
*Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang(USM)

Dimuat Jateng Pos, 18 Februari 2015

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply