Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Melahirkan Pemimpin Berkarakter

Oleh: Nailis Sa’adah*
Pemimpin ideal memang sangat dibutuhkan untuk sekarang dan masa depan. Pemimpin harus mampu menciptakan suasana damai bagi rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin tidak hanya sekedar menjadi pemerintah (baca: memberikan perintah) saja, akan tetapi juga harus bisa mengayomi rakyat. Apalagi di tengah arus globalisasi yang semakin liberal serta kecanggihan teknologi, pemimpin harus mampu membawa rakyat menuju gerbang kesejahteraan.
Jika mengingat kembali tentang unsur negara, salah satunya menurut Oppenhim-Lauterpacht, salah satu unsur konstruktif negara adalah pemerintah berdaulat. Untuk mewujudkan pemerintah berdaulat, dalam konteks ini pemimpin independen, maka suatu keharusan bagi seorang pemimpinan untuk memiliki karakter kepemimpinan meliputi integritas, kredibilitas, ketahanan berjuang, dedikasi tinggi, pengorbanan, kesederhanaan, kewibawaan, ketegasan, dan sebagainya. Hal ini sangat diperlukan agar dapat membangun dan memajukan negara dengan baik.
Nabi Muhammad Saw. merupakan sosok pemimpin yang patut menjadi uswah al-hasanah (suri tauladan yang baik) bagi para pemimpin sedunia. Michael Hart, dalam buku The 100, menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai orang nomor satu yang memberikan pengaruh terbesar di dunia. Michael mempunyai alasan kuat untuk menempatkan Nabi pada rating tertinggi disebabkan, salah satunya, oleh kepemimpinan Nabi yang tak tertandingi. Nabi bukan saja bertanggung jawab atas teologi Islam yang didakwahkannya, tetapi juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya.
Rasa tanggung jawab Nabi tertuang pada setiap hal, seperti dalam pencatatan dan pengumpulan ayat-ayat Kitab Suci al-Qur’an, wahyu ini dikumpulkan dengan penuh kesungguhan selama beliau hidup dan dibukukan setelah beliau wafat yang tak tergoyahkan hingga saat ini, bahkan selamanya (QS. 15:9). Begitu juga dengan penaklukan-penaklukan oleh Nabi dan pasukannya hingga keluar Arab yang dilakukan dengan penuh kedamaian, bahkan beberapa daerah yang ditaklukkan menyerah dengan damai tanpa pertumpahan darah. Ini tidak akan terjadi tanpa didukung oleh karakter kepemimpinan beliau yang telah dikenal oleh kawan dan lawannya.
Para pendahulu Nabi adalah orang-orang yang mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik pula. Dalam buku berjudul Muhammad yang ditulis oleh Martin Lings, disebutkan bahwa Nabi dilahirkan dari keturunan Bani Hasyim. Hasyim adalah seorang lelaki yang terkemuka saat itu dan dia sangat berjasa ketika tampuk kepemimpinan dipegang oleh orang yang kurang cakap, ‘Abd al-Dar. Hasyim menuntut agar pemerintahan dialihkan dari klan ‘Abd al-Dar ke klannya, klan Abd Manaf. Antara kelompok Hasyim dan kelompok ‘Abd al-Dar kemudian menyepakati bahwa keduanya akan membagi tugas untuk mengurusi Makkah, sehingga kemudian tidak menimbulkan pertumpahan darah. Kemudian, kakek Nabi, Abd al-Muththalib juga merupakan pemimpin yang sangat disegani di Makkah pada saat itu. Abd al-Muththalib merupakan pemimpin yang arif bijaksana, tegas, jujur, bertanggung jawab, sederhana, dan selalu bersikap tegas dalam mengambil kebijakan. Abdullah, ayah Nabi, pun telah terlihat jiwa kepemimpinannya sejak kecil.
Jika ditelaah lebih lanjut, faktor genetik ternyata sangat memengaruhi karakter kepemimpinan seseorang. Orang yang lahir dari keluarga yang berkarakter yang baik, dia pun akan mewarisi karakter baik tersebut. Sebaliknya, orang yang dilahirkan dari keluarga yang mempunyai karakter dan perilaku tidak baik, bisa jadi dia berkarakter tidak baik. Karakter seseorang akan terbentuk pertama kali ketika dia bersama dengan keluarga yang berperan sebagai agen sosial pertama. Ketika keluarga berperilaku baik, secara tidak langsung telah memberikan contoh yang baik. Begitu pula sebaliknya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa moralitas bangsa Indonesia mulai mengalami degradasi. Baik dari kalangan menengah ke bawah, menengah ke atas, hingga kalangan elit sekalipun. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, kualitas generasi selanjutnya tidak akan bisa diharapkan di masa mendatang. Terutama untuk memimpin negara Indonesia yang berpenduduk yang hampir mencapai 240 juta jiwa (2014).
Membutuhkan waktu, latihan, pengorbanan, dan perjuangan yang tidak sedikit untuk membangun karakter seseorang. Membangun karakter seseorang harus dimulai sejak dini. Hal ini agar dapat mewujudkan insan-insan berjiwa kepemimpinan profetik. Sehingga di kemudian hari telah siap untuk menjadi pemimpin-pemimpin dengan kualitas ideal. Lalu, bagaimana dengan bangsa Indonesia yang telah mengalami degradasi moral?
Berlatih untuk melawan hawa nafsu dan memberantas kebodohan seharusnya telah selesai ketika menginjak dewasa, sehingga untuk menjalani masa dewasa hingga tua setiap diri dapat selalu bertindak dengan kreasi mental yang benar-benar matang. Jika faktanya demikian, bagaimana bisa kemudian melahirkan generasi berkarakter yang siap menjadi pemimpin bangsa dan negara jika moralitas bangsa belum tertata hingga masa produktif seperti sekarang?
Masyarakat Indonesia perlu melakukan revolusi mental sejak sekarang agar generasi berkualitas yang selalu diharap-harapkan dapat benar-benar terwujud. Pertama kali yang bisa dilakukan adalah mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan baik, bersikap proaktif, selalu mendengarkan hati nurani, dan juga mengefektifkan hidup. Kebiasaan-kebiasaan baik dalam buku The Sevent Habits of Highly Effective People bisa menjadi rujukan untuk melakukan revolusi mental ini. Kemudian dapat disempurnakan dengan The 8th Habits: From Effectiveness to Greatness. Kedua buku karya Stephen Covey ini telah mampu mengubah hidup banyak orang menjadi efektif. Dengan dapat mengefektifkan diri, diharapkan kualitas individu bangsa ini menjadi lebih baik di masa mendatang.

Selain peran masyarakat dalam menata diri demi moralitas terpuji bangsa ini, pemerintah juga wajib ikut serta untuk lebih mengefektifkannya. Pemerintah mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan dalam mengatur dan mengontrol kualitas bangsa Indonesia di masa mendatang. Sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dalam melahirkan pemimpin berkarakter ini akan menjadi tolok ukur kualitas pemimpin Indonesia nanti. Semoga dengan terlahirnya pemimpin-pemimpin berkarakter ini, Indonesia bisa mencapai kemajuan yang sangat signifikan. Wallahu a’lamu bi al-shawaab.
*Peneliti Muda Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN) UIN Walisongo Semarang
Sumber: Koran Harian Umum Jateng Ekspres, 24 Februari 2015

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply