Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Gerakan Indonesia Berpikir

Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Akhir-akhir ini, rakyat Indonesia tiba-tiba menjadi kritis dalam menyuarakan kebenaran yang diyakininya. Penyebabnya tidak lain adalah sikap dan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang dianggap merugikan rakyat. Presiden Joko Widodo, sepertinya memang telah sedikit “memaksa” mind set rakyat Indonesia agar berubah. Entah disadari atau tidak, masyarakat semakin sering berdisusi, menanyakan, dan membahas kebijakan-kebaijan rezim presiden yang (katanya) sederhana dan merakyat itu.
Memulai pemerintahan pada 20 Oktober 2014, Jokowi-JK membuat rakyat Indonesia penasaran, siapa saja yang akan dipilih menjadi menteri kabinetnya. Rakyat sangat berharap kepada presiden Jokowi agar benar-benar jeli dalam memilih para menteri yang akan membantu di pemerintahannya. Harapan itu begitu besar, karena sebelumnya, ketika kampanye, Jokowi memiliki slogan yang cukup fenomenal koalisi tanpa syarat. Setelah ditunggu, presiden akhirnya mengumumkan nama-nama kabinetnya dengan sebutan “Kabinet Kerja”. Namun, komposisi menteri yang diumumkan banyak yang menilai tidak sesuai janji kampanye.
Koalisi tanpa syarat digugat oleh rakyat. Sebab, Jokowi dianggap memilih menterinya bukan atas dasar profesinalisme semata, tetapi ada faktor lain. Itu terlihat, dari banyaknya menteri yang berasal dari partai-partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Kepercayaan publik pun mulai menurun. Tidak cukup sampai di situ, Jokowi mengeluarkan tiga kartu sakti, yang juga menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada yang menolak dengan keras, ada pula yang mendukung tanpa argumen.
Bukan Jokowi kalau tidak membuat rakyat penasaran, tiba-tiba Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar 46,1 persen, premium dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter. Masyarakat pun kembali berpikir, mencari alasan kenapa Jokowi menaikkan harga BBM di saat minyak mentah dunia menurun. Ada juga yang mencari argumen pembenaran kebijakan Presiden kelahiran Solo tersebut. Namun, secara mengejutkan, Jokowi menurunkan harga BBM dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter pada 1 Januari 2015. Rakyat Indonesia kembali “mikir”.
Belum lagi selesai memikirkan dan mengevaluasi dampak penurunan harga BBM bersubsidi, hari ini Senin, 19 Januari 2015, pemerintah kembali menurunkan harga BBM bersubsidi untuk premium menjadi Rp 6.600/liter (turun 13,16%). Rakyat menjadi tambah kritis, mengapa BBM naik-turun dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan, pada Februari ini, ada kabar pemerintah akan menurunkan kembali harga BBM. Ada rakyat yang berpikir bahwa inilah presiden pilihan rakyat, mengerti keinginan dan kebutuhan rakyat. Namun, ada juga yang secara spontan menilai langkah Jokowi menurunkan BBM beberapa kali sebagai upaya pencitraan diri. Wallahu a’lam.
Belum juga selesai rakyat berpikir mengenai naik turunnya BBM, Jokowi kembali membuat langkah yang menjadi kontorversi. Jokowi mengusulkan Komjen (Pol) Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri kepada DPR. Langkah ini menjadi  polemik, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi sehari sebelum dilakukan fit and proper test di DPR. Namun, Jokowi tidak membatalkan pelantikan BG, tetapi menundanya. Rakyatpun bertanya-tanya. Sampai lahir tuduhan, bahwa pencalonan BG adalah bukan kehendak Jokowi sendiri, melainkan perintah dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Meski sekarang sudah mulai menemukan titik temu dengan membatalkan BG dan mengusulkan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri baru.
Sebelumnya, Jokowi mengangkat Watimpres yang juga menimbulkan pandangan negatif publik, karena kebanyakan dari partai anggota KIH. Jokowi juga membentuk Tim Independen untuk mencari fakta-fakta terkait perseturuan antara KPK dan Polri laku. Tim independen tersebut yang akan memberikan rekomendasi kepada Jokowi terkait penguatan lembaga-lembaga tinggi negara. Fungsi Tim Independen dan Watimpres pun diperdebatkan oleh publik. Kira-kira mana yang akan diikuti oleh Jokowi? Mari berpikir! Juga langkahnya menyaksikan penandatanganan MoU antara pengusaha Hendropriyono dengan perusahaan mobil Proton Malaysia. Rencananya itu akan menjadi monil nasional. Bagaimana nasib Mobil Esemka yang “membawanya” menjadi Gubernur DKI Jakarta dulu. Inilah Gerakan Indonesia ‘Mikir’. Presiden berpikir, rakyat berpikir. Upaya memulai revolusi mental Jokowi.
Urgensi Berpikir
Jokowi adalah presiden Indonesia, yang tentu saja membutuhkan dukungan rakyat dalam upaya membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Awal dari kesuksesan sangat ditentukan oleh cara berpikir seseorang. Dalam konteks bernagara, tentu saja mind set para pemimpin negara dan seluruh rakyatnya sangat menentukan kemana Indonesia akan dibawa. Dengan begitu, usaha untuk mewujudkan Indonesia cita-cita Trisaksi Bung Karno—atau yang lebih besar cita-cita founding fathers Indonesia—sangat terbuka lebar.
Bepikir besar adalah kunci sebuah kesuksesan besar. Rene Descartes, yang dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern memiliki diktum yang sangat terkenal mengenai pentingnya berpikir ini, yaitu cogito ergo sum,aku berpikir maka aku ada. Mafhum mukhalafah-nya adalah manusia tidak dianggap ada, kalau dia tidak berpikir. Sedangkan Yusuf al-Qardawi menyatakan bahwa berfikir (tafakkur) adalah berkerjanya kekuatan dengan bimbingan akal, dan dengan itulah manusia berbeda dengan hewan.
Islam sangat menganjurkan umat manusia untuk senantiasa berpikir. Menggunakan potensi akal yang diberikan oleh Allah kepadanya. Al-Qur’an sering menyinggung mengenai pentingnya berpikir yang menjadi sarana seseorang untuk sampai pada kebenaran. Baik anjuran berpikir yang disebutkan di dalam al-Qur’an secara eksplisit; tersurat atau implisit; tersirat, yang kesemuanya menyimpulkan akan anjuran terhadap pentingnya berpikir dalam segala hal.
Sebut saja, pada Surat Yunus ayat 16, “Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” Juga yang menyatakan bahwa kebanyakan manusia tidak mengetahui, karena tidak berpikir; al-An’am: 37, 111; al-A’raf: 131, dan 187; al-Anfal: 34; Yunus: 55; Yusuf: 21, 40, dan 68; al-Nahl: 38 dan 101; al-Naml: 61, al-Qashash: 13 dan 57; al-Rum: 6 dan 30; Luqman: 25; Saba’: 28 dan 36; al-Zumar: 29 dan 49; Ghafir: 57, al-Dukhan: 39, al-Jathiyah: 26; al-Thûr: 47).Ayat-ayat tersebut adalah menjadi bukti penguat bahwa berpikir itu sangat penting. Untuk memulai mengubah Indonesia menjadi negara maju, Gerakan Indonesia ‘Mikir’ menjadi kunci awal  revolusi. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

 *Eksekutif Monash Institute Semarang, Peneliti di LP2M UIN Walisongo Semarang.
Sumber: Harian Umum Medan Bisnis, 23 Februari 2015

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply