Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Pemimpin Tidur, Rakyat Makmur


Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
*Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah UIN Walisongo Semarang Periode 2013-2014.
Akhir-akhir ini muncul anekdot politik tentang pemimpin yang menggelitik dan menarik untuk diperbincangkan. “Untuk sejahtera, Indonesia hanya butuh pemimpin yang tidak korupsi saja”. Itulah kira-kira ungkapan yang sering kita temui akhir-akhir ini. Ungkapan itu muncul akibat korupsi yang semakin menjadi-jadi. Ungkapan yang menunjukkan kejenuhan dan kemarahan publik terhadap pejabatnya. Hampir setiap hari, pemberitaan mengenai korupsi dan sejenisnya menghiasi media massa, baik cetak maupun elektronik. Sepertinya, masyarakat Indonesia memang sudah lelah melihat para pemimpinnya bertindak korup.
Tentu ini sangat membosankan bagi rakyat. Di tengah kondisi bangsa yang semakin buruk ini, seharusnya para pejabat (baca: pemimpin) bisa bertindak lebih “sopan” dalam mengemban amanat rakyat. Korupsi menjadi akar segalanya. Bahkan, maju, mundur atau stagnasi negeri ini sangat ditentukan korupsi yang terjadi saat ini. Sehingga, korupsi saat ini disebut telah menjadi budaya. Terakhir, kasus Rudi Rubiandini yang diduga terlibat korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjadi sangat menyentak hati rakyat Indonesia. Sebab, kasus ini melibatkan orang yang selama ini dianggap bersih dan idealis. Selain sebagai birokrat, Rudi juga merupakan salah satu guru besar di Institute Pertanian Bogor (IPB). Bayangkan, seorang yang dianggap bersih dan idealis saja tidak mampu menolak untuk “memakan” uang rakyat, bagaimana dengan yang lain. Tentu bisa disimpulkan sendiri.
Belum lagi kasus Hambalang yang sampai saat ini belum menemukan titik akhir. Banyaknya kasus korupsi yang belum tuntas, ditambah kasus-kasus yang selalu muncul membuat rakyat frustasi. Kemudian muncullah kalimat “Pemimpin Indonesia tidur saja, yang penting tidak maling, maka Indonesia akan mampu sejahtera”. Itulah wujud kekecewaan rakyat terhadap para pemimpin saat ini. Pemimpin adalah Cermin. Mereka yang seharusnya melayani dan mengurusi rakyat, bukan bertindak seenaknya sendiri.
Sebenarnya, apa yang salah pada negeri ini. Apakah memang para pemimpin negeri ini sudah tidak ada lagi yang baik dan betul-betul memperjuangkan kepentingan rakyat? Tentu ini menjadi pertanyaan kita bersama. Ibnu Taimiyah pernah berpendapat bahwa penguasa yang dhalim lebih baik daripada tidak ada pemimpin sama sekali. Bisa jadi, para pemimpin saat ini memang telah menjadikan kata-kata tersebut sebagai dasar pembenaran bagi tindakannya yang korup. Padahal, maksud Ibnu Taimiyah bukanlah demikian.
Begitu pentingnya peran seorang pemimpin dalam sebuah negara, sampai-sampai dibahasakan oleh Ibnu taimiyah secara berlebihan. Oleh sebab itu, paradigma seorang pemimpin haruslah benar. Bukan semata-mata agar dirinya baik, tetapi lebih dari itu. Jika paradigma seorang pemimpin benar, maka itu akan berimplikasi besar pada rakyat. Ya, pemimpin akan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan fitrahya sebagai manusia yang mempunyai tanggung jawab kemanusiaan.
Pemimpin Jujur, Rakyat Makmur
Semua pejabat harus menganggap dirinya sebagai pemimpin. Baik pejabat dari tingkat pusat maupun sampai tingkat RT sekalipun harus menganggap dirinya sebagai pemimpin. Sekali lagi, pemimpin punya tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan yang dipimpin. Jika sudah demikian, maka besar kemungkinan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat akan terwujud.
Anekdot yang dibahas di awal sebenarnya merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap para pemimpinnya saat ini. Oleh karena itu, pemimpin harus membersihkan diri dari tuduhan-tuduhan yang selama ini menggema. Stigma negatif itu harus dibuang jauh-jauh dengan cara “Ojo Korupsi, Ojo Ngapusi (jangan korupsi, jangan berbohong). Ya, pemimpin jujur. Itulah yang dibutuhkan negeri ini. Kejujuran sesesorang dalam memipin sebuah negara akan berdampak besar pada segala aktivitas yang dijalankannya. Sehingga, amanat yang telah diberikan oleh rakyat akan disa dijalankan dengan optimal dan maksimal. Itulah harapan kecil “orang kecil” kepada para pejabatnya (baca: pemimpin) saat ini.
Hidup Sederhana
Sikap pemimpin yang tidak jujur disebabkan beberapa faktor. Satu yang paling berpengaruh adalah adanya godaan gaya hidup hedonistis. Hidup bermewah-mewahan memang telah menjadi “penyakit” yang sangat berbahaya bagi para pejabat. Nafsu manusia yang tidak pernah puas, menjadi boomerang bagi pejabat itu sendiri. Akibatnya, korupsi menjadi salah satu cara yang paling mudah untuk memenuhi keinginan mereka.
Oleh sebab itu, hidup dalam kesederhanaan harus mulai disadari oleh para pejabat negara. Sebab, mereka adalah cermin dan teladan bagi rakyat. Meskipun hidup dalam harta yang berlimpah, sebaiknya para pejabat tidak perlu memamerkan kekayaannya kepada publik. Seperti halnya Leimena, menjabat menteri kesehatan 10 kali dari kabinet Amir Syarifuddin hingga Berhanuddin Harahab, juga menjabat dalam 18 kabinet yang berbeda mulai Kabinet Syahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora (1966). Ia tidak menunjukkan hidup yang hedonistis, dalam kesehariannya tetap sederhana. Bahkan, ia tidak pernah memakai kendaraan dinas saat pergi diluar tugas. Tidak hanya itu, sehabis pulang bertugas ia langsung mengganti pakaiannya dengan sarung, tampil seperti rakyat biasa dan tidak segan-segan bercengkrama dengan mereka.

Para pemegang amanat rakyat seharusnya meneladani perilaku dan sikap para pendahulu bangsa kita. Seluruh pejabat, baik di eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif sudah selayaknya menerapkan sikap ini, agar tidak ada lagi sikap ketiadakjujuran. Para pejabat harus sadar, bahwa mereka adalah pemimpin yang mempunyai tanggungjawab penuh atas amanah yang diberikan kepada rakyat. Kesederhanaan para pejabat tidak akan membuat mereka dianggap rendah, tetapi justru akan membuat rakyat hormat dan merasa dekat. Wallahu a’lam bi al shawab.

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply