Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Memutus Rantai Kejahatan Begal

Oleh Muhammad Najib*
Sungguh memprihatinkan membaca berita mengenai aksi begal belakangan ini. Kejahatan yang lebih menyasar pengendara motor itu mengakumulasi kemarahan masyarakat, antara lain dengan membakar salah seorang pelaku begal sebagaimana terjadi di Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, beberapa waktu lalu.
Begal sebenarnya istilah ’’baru’’ untuk kejahatan, yang berdasarkan terminologi aparat kepolisian termasuk pencurian dengan kekerasan (curas), semisal penodongan, perampasan, atau penjambretan. Pelaku menyasar pengendara motor yang lewat di jalan sepi, terutama malam hari. Penjahat beraksi secara berkelompok, menimal dua orang.
Kita bisa menyebut aksi itu sebagai kejahatan terorganisasi. Beberapa waktu lalu, petugas Reskrim Polsek Serpong Kota Tangerang Selatan menggeledah gudang berisi spare part motor yang sudah dipereteli. Baru setelah terjadi pembakaran begal di Pondok Aren, aksi kejahatan itu mereda.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari kejadian itu, terutama bagi pengendara motor. Pertama; sebaiknya menghindari jalan sepi. Salah satu yang mendukung kejahatan begal motor adalah jalan sepi. Kondisi seperti inilah yang harus dihindari oleh pengguna jalan, terutama bila berkendara malam hari.
Kedua; usahakan mengendarai motor berdua. Jika terpaksa pulang tengah malam, usahakan mengajak teman untuk membonceng, sebagai salah satu langkah antisipasi supaya terhindar dari kejahatan tersebut. Lebih baik lagi bila mengendarai motor secara berombongan, minimal dua motor.
Ketiga; jangan memakai/memperlihatkan barang berharga yang bisa mengundang terjadinya kejahatan. Perhiasan sebaiknya dilepas mengingat pelaku juga mengincar barang berharga, selain tentunya motor.
Jangan memegang ponsel, apalagi ponsel mahal. Tak kalah penting, jangan berhenti di jalan sepi. Sesungguhnya, begal motor bukanlah kejahatan baru mengingat aksi itu meniru model kejahatan sebelumnya.
Yang berbeda, saat ini aksi mereka lebih brutal, tidak hanya merampas dengan ancaman tapi sedari awal memang berusaha melukai supaya calon korbannya ketakutan. Namun upaya memutus rantai kejahatan itu adalah keniscayaan.
Setidak-tidaknya ada beberapa cara untuk memutus rantai itu. Pertama; polisi lebih banyak berpatroli. Masyarakat tak bisa serta merta menyalahkan aparat keamanan mengingat keterbatasan jumlah personel polisi dan luas wilayah yang harus diawasi.
Peningkatan frekuensi patroli minimal bisa mempersempit ruang gerak terjadinya kejahatan. Patroli bisa makin diintensifkan di daerah yang rawan tindak kejahatan, minimal di tempat yang biasa muncul aksi kejahatan itu. Bisa pula menerjunkan sniper. Kini saatnya untuk menerjunkan mereka, selain melibatkan reserse berpakaian biasa.
Jadi Polisi
Kedua; kembali mengintensifkan polmas atau pemolisian masyarakat. Polisi harus mengajak masyarakat supaya bisa menjadi ’’polisi bagi dirinya’’, tanpa harus berarti boleh main hukum sendiri. Bila pola itu makin melembaga, anggota masyarakat secara individu dapat melakukan cegah tangkal kejahatan.
Ketiga; mengeluarkan imbauan kepada pengendara motor supaya menghindari lewat di jalan sepi, terutama pada malam hari. Selain itu, lebih mengaktifkan patroli di wilayah polsek yang rawan terjadinya kejahatan. Tak bisa dimungkiri di masing-masing polsek pasti memiliki daerah rawan, dan ini perlu diantisipasi.
Keempat; memberantas peredaran miras. Sebagian pelaku biasanya mengonsumsi miras sebelum beraksi dengan tujuan supaya mereka merasa lebih berani. Kelima; membuka hotline supaya masyarakat cepat melapor bila melihat bibit kejahatan di wilayahnya. Keenam; mengaktifkan ronda di lingkungan yang rawan terjadi tindak kejahatan. (10)
*Muhammad Najib, mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang
Sumber: Suara Merdeka, 4 Maret 2015 0:10 WIB

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply